Monday, May 26, 2014

Happy Begining..Why not?

 (sumber gambar : google.com)


Ada banyak kisah yang hadir dalam hidup kita. Terangkai berbait bait bagai sebuah novel. Terkadang saling berhubungan membentangkan benang merah dalam tiap peristiwa. Tak jarang ceritanya hanya berhenti begitu saja. Terhenti menggantung tanpa tahu akhir ceritanya. Begitupun para lakonnya. Banyak yang datang dan pergi dalam kehidupan kita. Beberapa diantaranya datang tanpa permisi menuai kisah memautkan hati, lalu setelahnya pergi tanpa permisi juga. Tak mengapa jika memang harus pergi tanpa permisi dengan tak meninggalkan jejak. sayangnya, beberapa diantaranya pergi dengan meninggalkan sedikit goresan.

Tenang saja, semua kisah yang hadir dalam hidup kita bukan untuk diratapi. Bukan pula untuk disombongkan.Setiap langkah, setiap napas, setiap jejak mengandung makna. Aku percaya semuanya mengandung makna baik.Setiap orang punya kadar bahagianya masing - masing. Cara Tuhan mendewasakan umatnya berbeda - beda. Tak perlu membandingkannya dengan makhluk lain. Tempaannya pun berbeda. Jangan takut, seharusnya semakin kuat kita ditempa, maka akan semakin matang dalam bertindak semakin manis saat mencapai tujuan.

Siapa bilang hati setelah tergores luka tak akan kembali seperti sediakala? Mengapa tidak? Bagiku bisa, karena hati tempat menyimpan berjuta perasaan itu ada dalam tubuh ku, maka aku tahu cara memulihkannya hingga akhirnya dapat kembali seperti sedia kala, tak berbekas.

Aku pun sama seperti kamu dan kalian. Selalu menginginkan akhir kisah yang happy ending,penuh suka cita sesuai dengan apa yang kita inginkan. Sayangnya, kisah dalam hidup kita bukan sebuah buku yang halaman terakhirnya bisa kita intip.Kita tak pernah tahu akhir dari ceritanya.Tapi ada yang lebih penting dari sebuah akhir cerita, yaitu fase proses. Klasik memang, dan terkadang fase proses menjadi sebuah alasan orang untuk sembunyi dibalik kekecewaan saat tak mendapatkan akhir yang happy ending. 
Tak mendapatkan kisah yang happy ending, bukan berarti kita tak akan mendapatkan happy kan. Kita selalu punya kesempatan untuk memulai. Kita masih punya Happy begining . Akan lebih baik punya banyak happy begining dari pada hanya memiliki satuhappy ending.
So, mari kita memulai kembali kisah baru dengan yang lebih bahagia. Terima apa yang terjadi, belajar dari kesalahan dan syukuri apa yang kita punya. Karena hatiku, hatimu, merupakan tempat yang paling damai dan paling indah untuk ditinggali oleh orang - orang yang tepat.

-untuk mengingatkan diri sendiri-

Sunday, May 18, 2014

Mungkin Seperti ini



“ Terkadang, ketika aku berada di puncak – puncak dataran tertinggi, menikmati pandangan luas dari hiruk pikuk kota, atau menatap teduh awan awan yang beriring, aku tak ingin apa-apa lagi, cukup ada kamu yang ikut menikmati semua anugerah Tuhan ini dan kamu tahu? Aku bahagia.. Sederhana bukan?”



Seketika aku berpikir seperti itu, saat malam itu mataku seperti diberi vitamin A yang mampu menyegarkan pandangan. Suguhan manis tentang kota ini yang konon katanya merupakan sebuah danau purba, dan aku seperti berada disisi danau yang berisi lampu lampu dengan cahaya seperti kilauan bintang. Memang tak seindah ketika aku pertama kali berada disini. Perkembangan pesat kota ini berdampampak pada polusi cahaya yang tak bisa dihindari lagi. Oke, lupakan tentang polusi cahaya itu, yang aku tahu, sejak malam mulai merenggut singasana senja, lampu – lampu kota itu makin mempesona, seolah ingin menandakan bahwa disana ada kehidupan.

Kamu mungkin bisa menebak aku sedang berada dimana? Atau kamu tidak tahu? Baiklah, akan aku beri tahu, aku sedang berada di gunung Burangrang. Gunung yang menurut mitos merupakan sisa kayu yang terlempar saat Sangkuriang mendengang perahunya. Secara hitungan, gunung ini tak setinggi gunung-gunung lain yang pernah aku injaki. Tapi gunung ini selalu istimewa, karena aku selalu suka pemandangan yang akan aku dapati, ya pemandang yang aku ceritakan di atas. Pemandangan yang selalu membuatku tak henti memuji asmaTuhanku.

Sebenarnya, tanpa aku ceritakan pun kamu sudah bisa menebak bagaimana “mahalnya” harga yang harus aku bayar untuk menikmati itu semua. Membayar tak melulu menggunakan materi bukan? Aku harus membayar dengan menginjaki setapak demi setapak yang terjal. Masalah trek perjalanan, gunung ini juaranya. Sepanjang perjalanan aku harus rela dipermainkannya. Terkadang aku harus menurun dan tentu saja setelah menurun suguhan berikutnya adalah terjalan. Begitu seterusnya. Lalu dengan rela aku harus melaluinya. Sungguh hanya dengan kerelaan, perjalanan ini terasa nikmat. Sambil sesekali melirik kebelakang menanti kawan sambil melempar senyuman. Tentu saja senyuman dengan penuh kerelaan juga.

Dan setelah menikmati semuanya, tak perlu berlebihan. Kini tiba waktunya kembali, dengan penuh kerelaan pula aku kembali. Tak berat aku meninggalkan tempat ini, karena aku yakin saat waktunya tiba aku akan kembali lagi ke tempat ini. Jika pun aku tak kembali, aku yakin aku punya tempat lain yang masih bisa aku nikmati. Alam ini luas bukan?

Mungkin aku harus seperti ini pula. Penuh kerelaan. Ketika itu aku begitu rela tanpa alasan apapun belajar untuk belajar memahami kelebihanmu dan belajar melengkapi kekuranganmu. Kini saat waktu dan keadaan tak mengizinkanku untuk belajar untuk memahami kelebihanmu dan belajar melengkapi kekuranganmu, aku harus rela untuk berhenti belajar. Dan mungkin saat nanti waktu kembali memberi kesempatan itu lagi, aku pun harus rela. Meskipun melaksanakannya, tak sesederhana menulis kata RELA, tapi aku akan belajar serela aku mengikuti permainan treking jalur burangrang.


Thursday, May 15, 2014

Masa dan Aku

 (sumber : google.com)


Ada masa dimana dulu,aku dengan idealismenya sebagai seorang manusia yang memiliki usia relatif muda, apa yang aku inginkan harus terjadi dan tercapai. Apapun itu, aku selalu semangat mengejar apa yang aku inginkan. Tak sedikit pun aku ragu, takut, patah, retak, terjatuh atau apapun itu. Ketika itu aku masih punya kekuatan dalam ambisi untuk menjaga sebongkah hati ini agar tetap utuh, tetap berseri.

Lalu ada masa dimana aku harus diam. Masa dimana ambisi sejenak luluh seketika. Saat itu dengan sekejap, aku disergap oleh rasa takut, rasa patah, dan rasa retak. Masa ketika aku mengenalmu, saat aku merasa mulai menyayangi tanpa alasan apapun. Lalu mengapa aku diam? Karena aku tahu ada orang lain yang lebih menyayangimu, ada orang lain yang lebih kau sayangi dibanding aku.

Seketika pula aku takut, aku takut rasa ini membawamu pergi. Membawamu pergi jauh lebih dari yang ku kira. Aku takut, bahkan aku takut untuk tetap menyimpan rasa ini.

Lalu aku akan diam, melihatmu dari kejauhan. Berharap semua akan biasa saja. Antara aku dan kamu, melupakan apa yang telah terjadi. Ku biarkan hati ini berteriak, asal kau tak mendengar teriakanku, ku biarkan hati ini berbisik asal kau tak peduli bisikanku. Asal kau tetap berseri dengan caramu.

Berharap rasa ini kau balas? Tidak, aku tak pernah berharap itu. Bahkan saat kau ingin membalasnya silahkan lihat dulu hatimu, aku tak ingin kau membalasnya hanya karena rasa kasian. Sungguh aku tak ingin itu. 

Maka, biarkan lah seperti ini. Biarkan rasa ini tetap ada padamu. Biarkan takdir yang akhirnya menentukan apakah rasa ini akan menciut dan menghilang dalam diamku, atau akan berkembang dengan membawa segenap keindahannya atas izin-Nya.