Aku menyuruhmu melihat setangkai bunga di dada
bersemi tanpa layu
bertahan dalam masa dan musim
bersemi tanpa layu
bertahan dalam masa dan musim
Maka saat
hujan datang, bertaruhlah. Aku akan mengalirkan tinta dalam lukisan tak
berjudul. Mencoba melemparkan mata kail ke atas langit. Menariknya dengan
lembut hingga langit tiba di atas telapak tangan untuk langsung membasuh kedua
tangan dengan airnya. Dingin memang, tapi dingin ini aku yang mengingatknya.
Membiarkannya membekukan kacau agar tak menyebar ke tempat lain. Hujan masih
bermata santun, namun terlihat bercuriga. Seolah ingin menampar keadaan yang
terhenti. Aku masih terdampaR dalam langit langit daun. Mencoba merapal dan
menghapal keinginan lalu. Aku bangkit besama dingin saat kaki terbujur kaku.
Hujan berjanji akan memberikan hujan hangat yang mampu meniupkan udara seriang
dulu. Ku ajak semua bangkit. Cacing tanah, gemuruh ombak, nyayian tokek dan
kicauan jangkrik. Mereka mengantarkan simerah saga bertahta kembali. Senja
telah tiba. Dingin pun menguap. Aku mampu merapal candanya meski tak berkenalan
pasti. Menari nari pada halaman muka. Tempat para mawar kembali mekar. Ada
semerbak wanginya. Ada baumu juga, dalam riak pinggir sungai yang terdengar merdu.
Kubiarkan dingin menggigilkan sekujur tubuh
Agar kelak mampu menjelma menjadi tangkai
No comments:
Post a Comment